SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI

Dengan adanya blog ini, semoga siswa semakin ternatu untuk mempelajari Bahasa Indonesia

Pembelajaran Membuat Iklan Produk

Dengan kegiatan ini, diharapkan siswa mengetahui dan mampu membuat iklan, imbauan, dan slogan sederhana

Antologi Puisi Siswa

Antologi puisi siswa merupakan sarana bagi siswa untuk unjuk bakat dalam bersastra dan berbahasa

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 10 April 2012

REMIDI BAHASA INDONESIA KELAS 7

SOAL






  1. Jelaskan perbedaan penggunaan dan fungsi kata depan di- dan awalan di- !




Jawaban bisa langsung ditulis di komentar bawah postingan atau dikirim via email di taufiqurrohman3@gmail.com paling lambat hari Jumat pukul 06.00 WIB



terima kasih.



Sabtu, 07 April 2012

Bahan UTS kelas 8

  1. Pergeseran makna (ameliorasi, peyorasi, spesialisasi, generalisasi, sinestesia)
  2. Unsur intrinsik novel
  3. Karakter tokoh novel
  4. Kalimat aktif transitif, intransitif, dan pasif
  5. Pola kalimat (subjek, predikat, objek, pelengkap, keterangan)
  6. Pokok-pokok berita (askadimega)
  7. Slogan dan poster
Semua bahan UTS sudah pernah diajarkan dan telah tercatat di buku catatan kalian masing-masing. Selamat Belajar. Apabila ada pertanyaan silakan tulis komentar kamu di bawah postingan blog ini. Terima kasih

Bahan UTS Kelas 7

  1. Kalimat langsung dan tidak langsung
  2. Puisi tentang keindahan alam
  3. Memo atau pesan singkat
  4. Menceritakan tokoh idola
  5. Majas atau gaya bahasa
  6. Unsur intrinsik cerita pendek
  7. Kata depan dan kata ganti
Semua bahan UTS sudah pernah diajarkan dan telah tercatat di buku catatan kalian masing-masing. Selamat Belajar. Apabila ada pertanyaan silakan tulis komentar kamu di bawah postingan blog ini. Terima kasih

Selasa, 03 April 2012

ULANGAN KHUSUS KIRTIANA DKK.

  1. Ubahlah kalimat berikut ini menjadi kalimat tidak langsung!
a. Kata Syahroni, "Aku akan menjadi seperti Syahrini."
b. Sutyoso berkata, "Aku suka padamu lo, Fir."

2. Buat masing-masing lima kalimat
a. majas metonimia
b. majas totem pro parte
c. majas personifikasi

3. Tulis puisi tentang pengalaman pribadi!

4. Ceritakan tokoh idolamu beserta alasannya

5. Buat memo dari kepala sekolah kepada guru dengan tema bebas

6. Sebutkan dan jelaskan unsur cerpen pada halaman 113

Minggu, 01 April 2012

Siswaku dan Buku Kejujuran Miliknya

Orang jujur itu akan hancur. Kalimat itu sering terdengar mengolok-olok nurani kita saat berusaha jujur atau berusaha menampakkan kejujuran di tengah-tengah masyarakat. Kalimat itu seperti hantu yang menyurutkan semangat untuk terus melangkah menuju kejujuran. Kalimat itu seakan-akan mengantarkan orang jujur untuk senantiasa terkubur. Yah, itulah realita yang terjadi di masyarakat ketika kita berbicara tentang kejujuran. Jujur, senantiasa diolok-olok. Jujur, mudah diucapkan tapi sukar tuk dilaksanakan.

Mindset yang berkembang saat ini, jujur akan hancur, memang menjadi tantangan tersendiri untuk membumikan kejujuran di tengah-tengah masyarakat. Tak terkecuali dengan yang terjadi di dunia pendidikan. Pendidikan saat ini masih terpancang pada hasil, bukan pada proses. Akibatnya, murid dan wali murid baru merasa puas jika nilai yang didapatkan seorang murid adalah nilai yang bagus. Tentu hal itu adalah hal yang manusiawi. Tetapi jika kesuksesan diperoleh dengan cara instan atau kecurangan maka itu akan menjadi masalah kronis bagi dunia pendidikan yang notabene dituntut untuk menghasilkan generasi unggul baik secara akademis maupun akhlaqul karimah. Guru yang menjadi ujung tombak pendidikan memunyai tantangan yang cukup berat guna meluruskan mindset tersebut.

Ujian dan pengerjaan tugas sehari-hari di sekolah merupakan sarana bagi guru untuk mengetahui letak kejujuran siswanya. Begitupun dengan yang saya lakukan. Saya yang mengampu pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah sering menemui ketidakjujuran terjadi pada siswa melalui tugas dan ulangan yang mereka kerjakan. Contoh sederhana ketika mereka diarahkan untuk mengerjakan tugas penulisan puisi di rumah, ada beberapa siswa yang tak menulis sendiri puisi tersebut. Beberapa siswa tersebut malah mengunduh puisi dari sastrawan terkenal semacam Khairil Anwar, Asrul Sani, sampai pada puisi karangan Emha Ainun Nadjib. Tentu puisi yang mereka unduh tak sesuai dengan perolehan kata yang mereka punya. Alhasil, saya mengetahui bahwa puisi yang mereka kerjakan bukan puisi yang mereka tulis secara mandiri. Tak jarang dari mereka yang bersikukuh bahwa puisi tersebut adalah tulisan mereka sendiri. Akhirnya, tak jarang pula saya harus membuktikan jika itu bukan puisi tulisan mereka.

Contoh lain ketika ulangan harian atau ulangan tengah semester tiba. Tak jarang pula siswa melakukan kecurangan-kecurangan. Hal yang paling mudah ditemui adalah ketika mereka mencontek dan hasilnya pekerjaan mereka sama antara satu dengan yang lain.

Tentu kecurangan dan ketidakjujuran itu seringkali saya bicarakan dengan mereka. Bahkan, karena bertindak sebagai wali kelas, saya tempelkan beberapa slogan-slogan tentang kejujuran sambil berharap mereka bisa berubah tuk terbiasa jujur. Tak bosan, saya menyampaikan pada mereka tentang hikmah kejujuran. Tak jarang pula saya menanamkan sikap kepada mereka jika kita senantiasa diawasi oleh Allah. Tapi tampaknya itu semua belum berhasil. Tak jarang pula ketidakjujuran mereka memancing emosi yang selama ini saya simpan rapat. Namun saya percaya, kekerasan bukanlah hal yang terbaik untuk mengatasi ketidakjujuran mereka. Umpatan juga bukanlah solusi tuk mendidik mereka.

Langkah yang saya lakukan selanjutnya, ketika slogan dan wejangan yang diberikan tak mujarab untuk mereka, adalah dengan mengadakan muhasabah yaumiah. Kegiatan semacam renungan yang saya adakan setelah pulang sekolah. Gumam dan keluhan keluar dari lisan mereka saat hal ini saya utarakan. Hal ini saya anggap sebagai nyanyian belaka yang keluar dari diri mereka yang lugu. Tentu, kegiatan ini saya mulai dari kelas 8A yang notabene saya adalah wali kelasnya.

Pada kegiatan itu, siswa saya ajak untuk bersama-sama melantunkan ayat Alqur’an. Mulai dari surat Al Fatihah hingga surat-surat pendek yang saya rencanakan berganti setiap harinya. Tak lupa juga terjemahan dari surat yang dibaca bersama-sama tersebut dibaca oleh salah satu dari siswa secara bergiliran tiap harinya. Setelah semua ayat Qur’an yang ditunjuk terbaca, siswa saya beri kesempatan sejenak untuk merenung. Ya, merenungi apa yang telah dilakukannya seharian penuh mulai dari pagi hari saat berangkat sekolah sampai sore hari saat pulang sekolah. Tak jarang, mereka ada yang menangis sesenggukan. Tak jarang pula ada yang tanpa ekspresi dan ada pula yang tertawa cekikikan melihat temannya menangis. Proses itu saya biarkan terjadi karena suatu saat semua akan menyadari arti penting kegiatan ini

Kali pertama saya adakan kegiatan tersebut, saya bagikan satu persatu buku catatan kosong pada mereka. Mula-mula mereka heran, apa yang akan mereka lakukan terhadap buku ini sampai-sampai keluar dari lisan salah seorang murid sebuah pertanyaan. “Pak, buku ini untuk apa?” tanya Febri sang ketua kelas. “Buku ini sebenarnya adalah buku kejujuran. Bapak bagikan gratis untuk kalian. Di sini kalian bisa menulis apa saja. Setiap hari, saat pulang sekolah, semua siswa harus masuk kelas untuk melakukan muhasabah yaumiah. Kemudian kalian menulis apa yang telah kalian lakukan hari ini baik itu senang, sedih, marah, kecewa, cinta, atau apa saja ke dalam buku ini. Selain itu, kalian bisa mengkritik bapak atau teman yang lain lewat tulisan-tulisanmu. Tuliskan semuanya karena buku itu nanti kamu pegang sendiri dan kalian kumpulkan ke bapak setiap hari kamis. Tidak usah takut untuk menulis. Mulai sekarang semua siswa harus menulis” Jawab saya atas pertanyaan Febri. “Jadi kalau nulis di sini gak boleh bohong ya, Pak?”, tanya Dhella. Iya dong, harus jujur. Sekali lagi kalian tak usah takut karena hanya Bapak dan kalian sendiri saja yang tahu.

Setiap hari kamis buku kejujuran mereka kumpulkan kepada saya. Hari kamis saya pilih karena Jumat mereka hanya melaksanakan ekstrakurikuler sedangkan hari Sabtu mereka libur. Tak terduga, hari Kamis mereka serempak mengumpulkan apa yang mereka tulis. Luar biasa. Saya tak sabar untuk membaca hasil tulisan mereka. Dan hasilnya, banyak sekali kejadian yang selama ini tak terungkap, mereka ceritakan kepada saya. Mulai dari yang masih mencontek pekerjaan temannya sampai ada yang mulai berubah untuk tidak mencontek lagi. Ini adalah awal yang baik untuk membiasakan kejujuran kepada mereka.

Berikut beberapa tulisan yang saya kutip dari buku kejujuran siswa:

“Aku senang belajar bahasa inggris hari ini Pak karena gurunya baru dan orangnya cantik. Tapi aku lupa sapa tadi namanya Pak”

“Aku tadi berhasil dapat nilai 100 waktu ulangan matematika tapi itu semua nggak buat aku bangga karena ada beberapa nomer yang aku kerjakan dengan cara nyontek. Maafkan aku Allah, maafkan aku Pak Zaenal, maafkan aku bapak ibu, maafkan aku pak Taufiq.”

“Hari ini aku ditembak cowok. Mau diterima gimana mau gak diterima gimana. Aku takut Pak dimarahi mama kalo pacaran.”

“Saya senang sekali hari ini Pak karena ibu dan ayah di rumah gak berantem lagi. Akhirnya mereka berdua ngantar aku sekolah sehingga aku gak terlambat lagi.”

Dari buku kejujuran tersebut saya belajar banyak hal tentang siswa saya. Tentang harapan mereka, masalah mereka, cita-cita mereka, ide mereka, sampai tentang kehidupan pribadi mereka. Dari buku kejujuran tersebut saya juga mendapatkan fungsi lain. Melatih mereka menulis. Meskipun kacau dalam penggunaan tanda baca dan kalimat, usaha mereka layak diacungi jempol. Lambat laun saya yakin penggunaan kalimat mereka, pemilihan kata mereka, penggunaan tanda baca mereka pasti lebih baik.

Setiap hari Kamis, tulisan mereka tak sekadar dikumpulkan pada saya lantas saya baca selesai. Saya juga memberikan umpan balik pada mereka. Umpan balik itu berupa evaluasi tulisan yang mereka buat dan tanggapan atau jawaban saya tentang tulisan yang mereka tulis. Tentu nilai kejujuran saya utamakan tersuntik ke dalam diri mereka. Dari sanalah, kejujuran sedikit demi sedikit menjadi pembiasaan sambil memperbaiki siswa dalam hal menulis. Penghargaan juga saya berikan kepada mereka atas tulisan terbaik setiap minggunya. Tak mewah penghargaan yang saya berikan. Hanya sebuah stiker bertuliskan “Aku telah berusaha jujur dan cakap menulis hari ini”. Stiker sederhana itu telah membuat mereka bangga dan termotivasi untuk jujur dan cakap menulis dalam minggu-minggu berikutnya.

Lambat laun, kejujuran mereka mulai terbentuk. Tak sampai tiga bulan, kejujuran mereka mulai kentara. Hal itu saya amati dari tugas yang tak lagi hasil mencontek. Dari ulangan yang dengan percaya diri mereka kerjakan sendiri. Dari kata bapak-ibu guru yang mengajar mereka. Kejujuran mulai tumbuh bersemi dalam nurani mereka. Alangkah bahagianya saya waktu itu.

Harapan besar saya akhirnya, kejujuran itu terpatri dalam hati nurani mereka. Pembiasaan kejujuran itu mereka terapkan dalam pengerjaan tugas atau ulangan. Pembiasaan kejujuran itu mereka letupkan untuk mengatakan tidak pada bocoran soal ujian nasional. Dan akhirnya, pembiasaan kejujuran itu menjadi ruh yang membuat mereka dapat bertahan hidup di tengah-tengah masyarakat yang menganggap “jujur itu akan hancur”. Karena mereka telah yakin bahwa “jujur itu akan mujur”